Friday, August 23, 2013

Bieber Love Story [oneshot] - Melody of Forgiveness



Short Bieber Love Story
Melody of Forgiveness made by: @mayangaenii
ONESHOT


“apakah kau tau jika aku terluka? Apa yang harus aku lakukan? Just let me know! What Should I do?”

-Melody of forgiveness-


Musim gugur 2012

Malam semakin larut. Ruangan semakin hening. Hanya terdengar deru dari mesin pendingin dan sayup-sayup suara yang mengalun dari televisi yang menyala tanpa ada seseorang yang menontonnya. Seorang perempuan tertidur lelap di sofa beledu di depan televisi sebesar 40 inch tersebut. Ruangan luas bergaya minimalis itu sudah menjadi saksi bisu kehidupan rumah tangganya yang menyedihkan.

Brak.

Perempuan itu terbangun ketika mendengar suara pintu apartmentnya berdebum. Ah, itu pasti suaminya. Alena--nama perempuan cantik itu--segera bangun dari tidurannya dan berdiri untuk menyambut suaminya. Tubuh kurus dan lemah itu semakin kehilangan tenaganya ketika melihat suaminya tengah merangkul dua orang gadis sekaligus. Meskipun ia sudah biasa melihat pemandangan ini selama beberapa bulan belakangan ia masih sulit menghilangkan perasaan sakit di hatinya.

“Emhhh...honey, dia istrimu?” tanya salah satu gadis dalam rangkulan Justin-suaminya- itu dengan wajah tak berdosa sama sekali.

“Tidak perlu dibahas. Ayo kita bersenang-senang” ucap Justin dengan dingin sambil menggiring dua gadis itu menuju kamarnya dan Alena. Alena mengelap kasar air mata yang sudah mengotori pipinya entah sejak kapan itu.

“Kau boleh melakukan apapun dengan siapapun...tapi tidak di kamar kita!” ucap Alena sambil menatap tajam ke arah dua wanita yang tengah sibuk membuka kemeja Justin. Justin melepaskan tangannya dari tubuh dua gadis yang sedang berebut mencumbuinya itu. Hatinya sama sakitnya, melihat istrinya tak pernah marah akan aktivitas bejatnya selama ini. Alena beranjak pergi sebelum Justin sempat membuka mulutnya.

“Bersabarlah...hanya dua minggu lagi” lirih Alena sambil kembali merebahkan tubuhnya di sofa. Ia menutup kedua telingan dengan bantal, tidak ingin mendengar suara menjijikan –desahan- yang di hasilkan suaminya. Tidak.

“Sayang...ayohh..kau tidak ingin menyentuh kami?” tanya gadis berambut blonde itu seduktif. Justin mengacak gemas rambutnya sendiri.

“Pergilah! Aku tidak berminat!” ucapnya dingin. Dua gadis itu terkejut. Bahkan mereka belum di apa-apakan oleh si tampan ini.

“Tap—“

“Ini uang kalian! Pergilah! You’re disgusting!” dua gadis itu menatap Justin dengan pandangan aneh sambil mengambil uang yang diberikannya. Kata-kata kasar semacam itu sudah biasa di terima mereka, toh pekerjaan mereka memang menjijikan.

“Aku tidak mengerti jalan pikiran anda. Ternyata yang di katakan teman-temanku di bar benar. Anda orang aneh! Menyewa kami hanya untuk membuat istri anda sendiri menangis lalu mencaci maki kami. Dasar orang kaya gila!” ucap si rambut blonde itu sambil kembali memakai mantelnya lalu menarik temannya untuk mengikutinya keluar. Justin mendesah frustasi. Ya, wanita-wanita malam itu benar. Justin sudah gila. Namun tujuannya bukanlah untuk membuat istrinya menangis, bukan. Bagaimana mungkin ia menyakiti wanita yang paling di cintainya? Tidak, ia hanya bingung harus melakukan apa. Selama 8 bulan pernikahannya, selama itu pula Alena tak pernah ingin disentuhnya bahkan menjaga jarak.

Justin dan Alena adalah sepasang kekasih sejak sekolah SMA. Mereka menikah setelah Justin mendapat sebuah pekerjaan di salah satu perusahaan musik terkenal di Los Angeles. Alena memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dan sesekali aktif di acara-acara amal bersama teman-teman kampusnya. Alena dan Justin adalah pasangan seperti umunya, mereka saling mencintai dan menyayangi. Hanya saja, dua hari setelah pernikahan mereka Alena mulai berubah. Ia lebih murung dan pendiam. Bahkan ia menjaga jarak dengan Justin. Sekeras apapun Justin mencoba mengembalikan Alenanya, sekeras itu pula Alena menjauhinya. Mereka tinggal di tempat yang sama. Tapi sebisa mungkin Alena tidak melakukan kontak fisik dengan Justin. Melakukan hubungan? Itu hanyalah angan-angan saja. Malam pertama merekapun belum sempat melakukannya karena Alea sedang menstruasi hingga 8 bulan pernikahannya saat ini, mereka tidak pernah lagi berciuman seperti ketika mereka pacaran dulu.

8 bulan tanpa sentuhan seorang wanita membuat Justin frustasi. Ia ingin sekali menyentuh istrinya namun wanita yang paling dicintainya itu justru menjaga jarak. Ia mulai sering mabuk-mabukan sepulang kerja dan membawa gadis-gadis malam yang ditemuinya di bar. Tapi setiap kali ia mencoba berhubungan dengan gadis-gadis itu setiap kali juga ia membayangkan wajah Alena dan akhirnya ia tidak melakukannya. Hal yang lebih membuatnya stres adalah Alena tak pernah protes.

“Nggh...” Justin terbangun ketika sinar matahari mulai menerobos masuk ke kamarnya. Justin mengucek matanya. Ia tertidur masih dengan pakaian formalnya. Efek wine yang di minumnya masih terasa, membuat kepalanya pening. Justin mencoba bangun dan mendapati Alena sedang memegang nampan berisi air putih, susu dan semangkuk cream soup.

“Makanlah” ucap Alena sambil meletakkan nampan itu di meja di kamar mereka. Justin menatap nanar istrinya. Sudah sangat lama tubuh itu tak memeluknya dengan manja. Sudah sangat lama tubuh itu tak di peluknya. Ia merindukan Alenanya.

“Justin... aku sudah menyiapkan bajumu. Aku pergi dulu”

Blam.

Seperti biasa, Alena akan pergi meninggalkan Justin ketika Justin tengah libur dan memilih di rumah. Sudah jelaskan? Alena selalu menghindarinya.

“Alena, sayangku.....bunuh aku jika itu lebih baik! Bunuh aku daripada kau menjaga jarak dariku...buatlah aku mengerti apa yang salah Alena...” Justin membanting tubuhnya ke kasur. Menenggelamkan dirinya dibalutan hangat bed cover putih yang telah ia gunakan selama 8 bulan ini sendiri yang seharusnya membalut tubuhnya bersama Alena.

“Apa gunanya kita menikah jika kau tak bahagia bersamaku Alena? Lebih baik kau menolak lamaranku dulu daripada kau menyesal setelah kita menikah sekarang”

---

Alena terduduk lemah di luar kamarnya. Ia tidak pergi kemana-mana. Ia bertahan disana sejak mendengar suara Justin yang putus asa. Ia merasakan hatinya sakit. Sampai rasanya ia ingin mati saja saat itu daripada Justinnya menderita lebih dalam lagi.

“I’m so sorry Justin, sorry...”

Kepalanya terasa sakit. Alena memegangi kepalanya lalu dengan segenap kekuatan yang ada dia menelfon seseorang dan meminta bantuannya. Oh mungkinkah waktunya di percepat? Bukankah masih ada dua bulan lagi? Dengan seluruh sisa tenaganya Alena bangkit dan berjalan sambil berpegangan ke dinding. Ya, ia harus segera pergi.

“Justin...tunggulah. Aku akan menjelaskannya” bisiknya sambil menatap nanar foto pernikahannya yang terpajang indah di ruang tengahnya.

“Maaf membuatmu menunggu terlalu lama”

Dan sosok mungil Alena menghilang di balik pintu.

---

“Justin... aku ingin bertanya”

“tanya saja”

“Gosh, Justin! Bisakah kau rubah sedikit sikapmu itu. Berbicara dengan kekasihmu sendiri saja kau ketus begitu!”

“Oh God.. Yes... Just ask me honey...”

“ewhh so cheesy”

“Whatt!!” Alena tertawa pelan. Lalu tangannya merengkuh lengan kekar Justin. Menyandarkan kepalanya di bahu tegap seorang Justin Drew Bieber.

“jika kau tenggelam di lautan bersamaku. Dan kau diberikan pilihan hanya satu. Menyelamatkan hidupmu atau menyelamatkanku. Kau pilih mana?” Justin menghentikan aktifitasnya memainkan psp. Ia mulai menatap wajah polos kekasihnya yang tengah menatapnya sambil menunggu jawabannya.

“Kau bercanda? Tentu saja hidupku”jawab Justin enteng membuat Alena dengan segera mendorong Justin kesal.

“Ergh! Kau jahat! Padahal jika aku itu kau... aku akan memilih mati bersamamu!” Justin terkekeh mendengar penuturan Alena. Diraihnya jemari lentik Alena dan dikecupnya lembut.

“Hidupku adalah kau. Jadi, dengan aku menyelamatkan kau...aku telah menyelamatkan hidupku”

“....” Alena terpaku tak terasa air mata menetes membasahi pipihnya. Hanya seuntai kalimat gombal dari Justin sukses membuatnya berdebar hebat dan bersyukur. Bersyukur karna Tuhan telah menjadikan lelaki ini miliknya, masa depannya.

“God! Kenapa kau menangis? Dasar cengeng! Sudah jelek semakin jelek!” ucap Justin sambil mengelap lembut air mata Alena dengan ibu jarinya. Alena hanya membalasnya dengan ucapan ‘thanks’ tanpa suara. Dan mereka menghabiskan waktu berduaan lebih lama.

---

“Kau membiarkan aku tenggelam sendiri Alena! Kau bohong jika kau rela mati bersamaku! Kau memilih meninggalkan aku tersiksa disini! Alena Bieber...bangunlah!” ya. Beberapa jam setelah Alena mengantarkannya sarapan dan pergi Justin mendapat telfon dari pihak rumah sakit untuk segera datang karna Alena sedang kritis. Dokter tak menjelaskan apa yang menyebabkan Alena yang begitu kuat kini tengah terbaring dengan berbagai macam alat yang tak Justin mengerti.

“Alena, sayang jangan begini! Kau lebih baik mendiamiku di rumah daripada kau mendiamiku seperti ini Alena! Buka matamu...buka!!” Justin menangis keras. Perasaannya campur aduk. Bingung, kesal, marah, sedih, takut menjadi satu. Ia bingung kenapa Alena bisa berada disini, ia kesal kenapa ia tidak tau Alena punya penyakit, ia marah karna Tuhan membiarkan istrinya sakit seperti ini, ia sedih Alenanya tak kunjung membuka mata dan ia takut... jika ia tak bisa melihat lagi Alenanya. Tidak!

“Mr. Bieber bersabarlah” ucap suara lembut seorang dokter yang menangani Alena. Dokter bernama Andrea inilah yang tau segalam macam tentang penyakit Alena.

“Ini... surat emm mungkin wasiat yang Alena titipkan padaku jika waktu-waktu seperti ini benar-benar datang” ucap Andrea sambil menyerahkan sebuah amplop pada Justin. Justin menerimanya dan berterima kasih lalu Andrea meninggalkan Justin.

Justin duduk disisi ranjang Alena sambil membuka dengan perlahan amplop berwarna putih itu. Hatinya mencelos ketika ia mendapati wangi Alena tertinggal didalam surat tersebut.

To: My boy, Justin
            Maff membuatmu bingung akan sikapku. Membiarkanmu sakit karna aku menjaga jarak. Membiarkanmu terlukan karna istrinya sendiri tak ingin disentuh oleh suami sahnya. Semua itu kulakukan bukan karna aku tak mencintaimu Just. Itu aku lakukan karna aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Dua hari sejak pernikahan kita, aku pergi bersama teman-teman kampusku untuk ikut acara donor darah. Kau ingat? Aku beralasan akan pergi ke salon padamu agar kau memperbolehkan aku. Mungkin Tuhan memberiku hukuman karna aku berbohong pada suamiku sendiri. Aku tak tau jika seorang pengidap HIV itu berniat menularkan penyakitnya itu padaku. Mungkin, ia butuh teman untuk merasakan hal yang sama dengannya. Ia menyuntikku dengan jarum suntikkannya. Aku tak menyalahkannya karna sudah menularkan penyakit itu kepadaku. Aku juga tak marah pada Tuhan karna telah memberikanku penyakit itu. Mungkin ini sudah takdirku. Beberapa hari setelah itu menstruasiku selesai (kau ingat karna menstruasiku kita tak bisa melakukan malam pertama? xoxo) aku menyiapkan diri untuk memberikanku seutuhnya padamu. Siang itu aku pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan spesial untukmu. Beruntung sekali aku bertemu orang yang menyuntikku hari itu. Ia menjelaskan padaku apa yang telah diperbuatnya. Aku tak tau aku harus marah atau sedih tapi yang jelas aku menangis. Orang itu berlutut memohon ampun padaku dan menyuruhku segera periksa ke dokter dan berdoa semoga saja aku tidak positif tertular. Tapi dia salah, dokter menyatakan aku positif terkena HIV. Hidupku hancur, aku tak bisa memberikanmu keturunan, aku tak bisa melayanimu, aku tak bisa lagi hidup untuk menjadi pendampingmu. Dengan pernikahan seumur jagung kita, aku bingung aku harus bagaimana Justin. Sejak hari itu aku memutuskan menjauhimu. Aku tak akan membiarkan kau tertular penyakitku. Tidak, aku terlalu mencintaimu untuk melihat kau menderita dengan penyakit ini.

Air mata Justin sudah membasahi kertas yang dipegangnya. Beberapa kata bahkan mulai luntur terkena air matanya. Sebelah tangannya menggenggam tangan Alena kuat. Tidak, gadis itu tak boleh pergi darinya.

Maaf membuatmu terluka Just. Aku sedih ketika beberapa bulan belakangan ini kau sering pulang dengan keadaan mabuk bersama wanita-wanita kotor. Aku takut mereka memiliki penyakit yang sama sepertiku dan kau jadi tertular karena berhubungan dengan mereka. Tapi aku tau, Justinku bukanlah pria brengsek. Kau tak akan tega melakukan hal nista itu padaku-kan?

Penyakit ini terus-terusan mengikis sistem kekebalanku. Satu persatu penyakit mulai menyerang tubuhku karna imunku semakin menipis. Dan aku sadar, waktuku tak akan lagi dekat. Justin...aku mohon jangan menangis ketika aku pergi nanti. Aku mohon lanjutkan hidupmu yang masih panjang itu. Carilah seseorang yang bisa memberikanmu anak perempuan yang selalu kau impikan. Jika aku bisa, aku rela hidup untuk kedua kalinya untuk memberikanmu keturunan. Sayangnya aku tak bisa Justin. Aku mencintaimu, bahkan semua kata yang ada di dunia ini tak sanggup mendeskripsikan makna cintaku padamu. Maaf membiarkanmu hidup dalam kebingungan dan terluka selama menjadi suamiku. Kau adalah suami terhebat yang tak akan pernah ku temukan di dunia berikutnya sekalipun. Tapi jika Tuhan mengizinkan, walaupun di dunia berikutnya nanti...aku masih dan akan tetap mencintaimu.

Terima kasih untuk 8 bulan pernikahan kita, terima kasih untuk 6 tahun hubungan kita, itu adalah 6 tahun 8 bulan terindah dalam 22 tahun hidupku.

Teruslah hidup, karna aku mencintaimu. Karna cintamu juga akan terus membuatku hidup di dalam hatimu...
Your stupid wife, Alena Bieber.
Justin meremas kertas itu erat-erat. Hatinya sakit dan tersentuh dalam waktu bersamaan. Kenapa dengan bodohnya ia berfikiran buruk jika Alena sudah tak mencintainya lagi? Kenapa dengan bejatnya ia mencoba mencari sentuhan dari gadis lain? Justin melesakkan kepalanya ditangan Alena yang digenggamnya. Membasahi tangan kurus lemas itu dengan air mata penyesalannya. Tak lama tangan itu bergerak membuat Justin mendongak dan menciuminya.

“Alena? Kau sadar? Alena?” Alena membuka matanya yang sayu. Perlahan ia melepas oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya.

“Kenapa menangis?” tanyanya parau. Justin menggeleng-geleng sambil mencengkram kuat tangan lemas Alena. Takut jika cengkraman itu longgar sedikit saja, Alena akan pergi.

“Jangan menangis...”

“Kenapa kau melakukan semua ini? Kenapa kau membiarkan aku tidak mengetahuinya? Kenapa kau memilih menanggung semuanya sendirian? Kau tidak menganggapku sebagai suamimu lagi hah?”

“Aku takut kau berhenti mencintaiku”

“Aku mencintaimu. Selamanya akan tetap begitu... biarkan aku ikut bersamamu! Biarkan aku tertular agar kita bisa hidup bersama di surga nanti”

“Tak semudah itu Justin...aku terluka jika melihatmu sampai sepertiku...”

“apakah kau tau jika aku terluka? Apa yang harus aku lakukan? Please, just let me know! What should I do?”

“Tetaplah hidup. Lanjutkan kehidupanmu, cari kebahagiaanmu itulah yang harus kau lakukan”

“Tidak! Alena... kaulah kebahagiaanku! Kau bilangkan jika aku tenggelam kau rela mati bersamaku! Dengan cara seperti ini kau justru membiarkan aku mati sendiri Alena!”

“Justin...kau bilang jika kita tenggelam kau akan menyelamatkan hidupmu. Akupun begitu, aku tengah menyelamatkan hidupku... kau... Oh, tidak. Kau bahkan lebih dari sekedar hidup untukku. Kau segalanya, Justin. I’m sorry...”

“Aku mencintaimu Alena, Mrs. Bieberku. I’m sorry, I’m so sorry...”

“Ssst...aku juga. Jika kau mencintaiku, jangan menangis. Okay?” Justin mengangguk lalu mengecup lembut dahi Alena.

“hm... aku mengantuk Justin...”

“tidurlah” bisik Justin sambil mengusap lembut kepala istrinya. Alena terlelap perlahan dan Justin tersenyum melihat wajah malaikatnya itu terlelap. Tapi senyuman itu tak berlangsung lama. Ketika suara bunyi pip yang memekakan telinga mulai berkumandang, Justin tau itulah waktunya.

Justin tau, Alenanya dipanggil oleh penciptanya.

Dan Justin tau, suara alunan mesin pendeteksi jantung yang nyaring itu adalah sebuah melodi. Melodi permohonan maaf sebesar-besarnya untuknya, dari sang istri tercinta...Alena Bieber.

Even in another life, I still love you, my husband. Justin idiot Bieber.

Hallo guys! Inget aku? Si pengkhianat yang gak setia sama Justin L rasanya sedih deh inget masa lalu disaat-saat sibuk fangirling sama Justin. Emang sih sekarang aku udah bukan part of beliebers but still, I like Justin and he’s still so mean to me.
Nah BLS ini sebenernya remake dari salah satu ff yang aku buat. Semoga kalian meraskaan feelnya dan aku sangat berharap kalian masih mau membaca BLSku ini:’)

Comment ya! See-ya!

No comments:

Post a Comment